Sunday, October 28, 2007

Painted Veil

Dalam sebuah adegan film Painted Veil, dr. Fane mengajak masuk Kitty ke dalam sebuah florist. Waktu Kitty mengamati bunga-bunga mawar dan menciumnya, dr. Fane bertanya pada Kitty dan terjadilah dialog berikut ini:

“Do you like flowers?” “Not particularly, no.” …. “Well, I mean, yes. But we don’t really have them around the house.” …. “Mother says, ‘Why purchase something you can grow for free?’. Then we don’t really grow them either.” … “Does seem silly really, to put all that effort into something that’s just going to die.”

Bagi Kitty, membeli mawar yang akan layu dan mati dalam seminggu adalah usaha yang sia-sia. Tapi kemudian dalam perjalanan hidupnya, ia menemukan bahwa memancarkan keindahan bagi sekeliling, meski hanya seminggu, adalah hal yang berharga.

Film ini indah, karena melihat realita cinta apa adanya. Cinta yang disakiti dan dikhianati. Film ini bernilai karena melihat cinta layak untuk diperjuangkan, meski kemudian hanya bisa dinikmati sesaat saja. Film ini berkesan, karena melihat hidup adalah kesempatan.

Pada akhirnya kehidupan dan cinta tidak bisa dinilai dari panjang atau pendeknya waktu yang tersedia untuk itu. Tapi dari penilaian kita akan layaknya untuk diperjuangkan. Kejatuhan tidak harus selalu membawa kepada kehilangan. Tapi kejatuhan bisa membawa pengharapan baru sekalipun samar dan terselubung.

Akhirnya, film ini menggugah nurani karena memberi ruang bagi pengampunan yang membuka aliran bagi pengharapan dan cinta yang baru, cinta yang lahir dari pengertian dan pengorbanan.

Monday, October 8, 2007

Cultural Literacy

Tetapi jawab Yesus:"Pada petang hari karena langit merah, kamu berkata: Hari akan cerah, dan pada pagi hari, karena langit merah dan redup, kamu berkata: Hari buruk. Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman tidak. (Mat 16:2-3)

Kalimat di atas adalah percakapan Tuhan Yesus dengan orang-orang Farisi dan Saduki yang meminta tanda dari Tuhan. Tetapi Tuhan Yesus mencela mereka - yang mengaku sebagai pemimpin spiritual - yang tidak mampu membaca tanda-tanda zaman. Mereka gagal melihat tanda-tanda yang dinyatakan Tuhan Yesus, tanda-tanda yang menyertai kedatangan Kerajaan Allah.

Orang Kristen harus mampu membaca tanda-tanda jamannya. Harus memiliki kapasitas yang disebut Kevin Vanhoozer sebagai 'cultural literacy'. Cultural literacy sangat penting bagi mereka yang tidak ingin terbawa arus kebudayaan dan tergilas oleh semangat jaman. Orang Kristen harus melibatkan diri secara kristis dan konstruktif di dalam kebudayaan. Jika tidak, kegagalan menafsirkan tanda-tanda zaman akan melahirkan 'the Great Omission' (kelalain besar) dan bukan 'the Great Commission' (Amanat Agung) sebagaimana yang diperintahkan Kristus sebelum naik ke surga. Dan ini adalah sebuah kecelakaan.

Jadi? Masih buta kebudayaan atau mulai melek? Kiranya tulisan singkat ini sedikit memelekkan atau paling tidak mendorong kita ingin melek.